Kebijakan Penjurusan di SMA Dinilai Merusak

Lush Beat – Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Anindito Aditomo, mengkritik kebijakan penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di Sekolah Menengah Atas (SMA). Ia menyebut kebijakan tersebut sebagai hal yang merusak, karena menyebabkan banyak siswa salah jurusan saat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Penyebab dan Dampak Kebijakan Penjurusan

Menurut Anindito, sistem penjurusan ini seringkali tidak didasarkan pada refleksi bakat dan minat siswa, melainkan pada faktor gengsi. Banyak siswa merasa terpaksa memilih jurusan IPA karena adanya stigma yang menganggap jurusan tersebut lebih prestisius dibandingkan IPS atau Bahasa. Akibatnya, terjadi diskriminasi dan peng-kasta-an di antara jurusan-jurusan tersebut.

Baca juga : INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG PASANG TELESKOP RADIO VGOS DI OBSERVATORIUM BOSSCHA

Anindito menegaskan bahwa kebijakan penjurusan ini tidak membantu siswa dalam mempersiapkan rencana studi mereka di perguruan tinggi. Hal ini sering kali mengakibatkan mahasiswa salah jurusan di kampus, yang pada akhirnya merugikan negara karena investasi yang telah dikeluarkan untuk pendidikan mereka. Oleh karena itu, Kemendikbudristek berencana menghapus kebijakan penjurusan tersebut sebagai bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka.

Implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah

Kurikulum Merdeka, yang telah diterapkan secara bertahap sejak 2021, diharapkan dapat mengatasi masalah ini. Sampai tahun 2024, penerapan Kurikulum Merdeka sudah mencakup 90 hingga 95 persen untuk jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), serta SMA dan SMK. Dengan adanya perubahan ini, siswa di kelas 11 dan 12 akan memiliki kebebasan lebih dalam memilih mata pelajaran yang sesuai dengan minat, bakat, serta aspirasi mereka untuk studi lanjut.

Anindito menjelaskan bahwa dengan penghapusan jurusan, siswa akan dapat memilih mata pelajaran yang relevan dengan program studi yang diinginkan di perguruan tinggi. Misalnya, siswa yang bercita-cita memasuki program studi Kedokteran tidak perlu mempelajari Kalkulus tingkat lanjut selama di SMA. Sebaliknya, mereka akan lebih fokus pada mata pelajaran seperti Biologi dan Kimia. Dengan cara ini, siswa dapat lebih matang dalam memilih program studi dan karier mereka di masa depan.

Perubahan ini diharapkan dapat mengurangi kasus kesalahan pemilihan jurusan di perguruan tinggi. Serta memberikan siswa kesempatan untuk belajar sesuai dengan minat dan bakat mereka, sehingga meningkatkan kualitas pendidikan dan memaksimalkan potensi mereka.

Simak Juga : Chamnan Dokmai, Pelatih Berpengalaman di Timnas Voli Putri

Similar Posts