Lush Beat – Tentara Israel melancarkan serangan udara pada Sabtu, 13 Juli 2024, yang menewaskan Rafa Salama, komandan senior brigade Khan Younis dari Hamas. IDF mengklaim bahwa serangan tersebut juga mengincar Mohammed Deif, pemimpin sayap bersenjata Hamas yang merupakan rekan dekat Salama. Menurut sumber militer, Salama berperan penting dalam perencanaan operasi Hamas, termasuk serangan pada 7 Oktober. IDF menyatakan bahwa kematian Salama secara signifikan mengurangi kemampuan militer Hamas. Sampai saat ini, Hamas belum mengonfirmasi nasib Salama.
Serangan Israel terhadap kamp pengungsi mengakibatkan puluhan warga sipil Palestina tewas. Pembantaian di zona kemanusiaan Al-Mawasi di tepi pantai menewaskan 90 warga Palestina. Serta melukai ratusan lainnya, menandai minggu mematikan bagi warga Palestina dan memicu kecaman global.
Hamas menyatakan pada hari Minggu bahwa Mohammed Deif dalam keadaan aman dan langsung mengawasi operasi. Mereka menyangkal justifikasi Israel atas serangan tersebut, menyebut klaim Israel tentang penargetan pemimpin sebagai upaya menutupi skala pembantaian yang mengerikan. Hamas tidak mengonfirmasi atau membantah kematian Salama.
“Baca Juga: Cak Imin, PKB 2024 Menjadi Pilihan Strategis dari Akar Rumput hingga Kalangan Elite”
Serangan Tentara Israel Menghantam Rumah Keluarga Salama
Dilaporkan bahwa serangan Israel pada hari Sabtu menghantam rumah keluarga Salama di Al-Mawasi, yang telah diawasi oleh intelijen Israel selama beberapa minggu, seperti yang dilaporkan oleh The New York Times.
Menurut pejabat Israel yang tidak disebutkan namanya dalam laporan tersebut, Deif juga hadir di kompleks keluarga tersebut dalam beberapa minggu terakhir. Intelijen menunjukkan bahwa Deif berada di sana pada hari Jumat, yang mendorong pemerintah Israel untuk menyetujui serangan pada hari berikutnya.
Menurut laporan Al-Araby Al-Jadeed, anggota keluarga Rafa Salama lainnya telah tewas oleh Israel. Termasuk ibu dan pamannya, selama konflik yang sedang berlangsung. Salama dituduh bertanggung jawab atas serangan terhadap tentara Israel di masa lalu. Termasuk operasi ‘Omar Tabash’ pada tahun 2005, operasi ‘Ahmed Abu Tahoun’ pada tahun 2007, dan penangkapan tentara Israel Gilad Shalit pada tahun 2006. Situasi ini menunjukkan eskalasi konflik yang semakin meningkat di wilayah Gaza.