Lush Beat – Pada Selasa, 3 September 2024 terjadi Krisis di Gaza yang mengakibatkan 8 warga sipil Palestina tewas akibat serangan tentara Israel di dekat sebuah warung mini yang mengelola distribusi roti di kamp pengungsi Jabalia. Insiden tersebut terjadi di jalan yang sibuk dekat sekolah Al Fakhoura, yang dikelola oleh badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA. Sekolah tersebut kini berfungsi sebagai tempat penampungan bagi ribuan pengungsi akibat konflik yang telah berlangsung selama 11 bulan di Jalur Gaza.
Krisis di Gaza, Detil Insiden dan Reaksi
Serangan itu menghantam lokasi yang ramai, saat para warga sedang mengantre untuk mendapatkan roti dari kios yang disediakan oleh PBB. Seorang koresponden Al Jazeera menggambarkan situasi di lapangan dengan menunjukkan bercak darah yang berserakan di tanah sebagai akibat dari serangan tersebut.
Baca Juga : Kehidupan Awal dan Latar Belakang Abu Shujaa
Pada hari sebelumnya, Senin, pesawat tempur Israel telah membombardir daerah dekat sekolah yang sama, menewaskan seorang warga sipil dan melukai beberapa orang lainnya. Ini adalah bagian dari serangkaian serangan terbaru yang ditujukan kepada warga sipil. Terdapat laporan dari rumah sakit di Khan Younis yang mengungkapkan bahwa serangan ini juga menyebabkan kematian 16 warga Palestina, dengan jenazah mereka tiba di rumah sakit pada dini hari.
Serangan di Daerah Lain dan Korban
Selain itu, kantor berita Palestina WAFA melaporkan bahwa dua warga Palestina, termasuk seorang anak, tewas dalam serangan Israel terhadap sebuah tenda penampungan di sebelah barat laut Khan Younis. Korban-korban tersebut dipindahkan ke Rumah Sakit Nasser di kota itu.
Di Gaza bagian tengah, serangan udara Israel menghantam kamp Al Bureij dan daerah sekitar kamp Al Nuseirat. Sementara itu, di bagian utara Gaza, tentara Israel menargetkan bangunan perumahan di lingkungan Al Zeitoun di Kota Gaza.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, pemboman dan serangan Israel yang terus-menerus telah menyebabkan kematian sedikitnya 40.786 warga Palestina. Sebagian besar korban adalah wanita dan anak-anak, menurut laporan dari kantor hak asasi PBB.
Di sisi lain, sayap bersenjata Hamas memperingatkan bahwa jika tekanan militer Israel terhadap Gaza berlanjut. Para tawanan yang ada akan dikembalikan ke Israel dalam kondisi tidak hidup. Juru bicara Brigade Qassam, Abu Obeida, mengkritik Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Ia dianggap lebih memilih tekanan militer daripada mencapai kesepakatan. Pernyataan ini muncul dua hari setelah jasad enam tawanan ditemukan oleh Israel.
Situasi di Gaza semakin memburuk dengan terus berlanjutnya serangan dan penyerangan yang menyebabkan banyak korban jiwa di kalangan warga sipil.
Simak Juga : Gaya Hidup Minuman Energi, Antara Tren Dan Kebutuhan