Microsoft Berhentikan 4 Karyawan Usai Protes Isu Israel

lushbeat.com – Microsoft resmi memecat sejumlah karyawan yang aktif dalam aksi protes di kantor pusat perusahaan. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap dukungan Microsoft kepada Israel dalam konflik yang tengah berlangsung. Kelompok protes bernama No Azure for Apartheid mengungkapkan bahwa Anna Hattle dan Riki Fameli menerima pesan suara terkait pemecatan mereka pada Sabtu, 30 Agustus 2025. Dua karyawan lain, Nisreen Jaradat dan Julius Shan, juga dipecat karena terlibat dalam demonstrasi tersebut.

“Baca Juga: Polres Metro Bekasi Tembakkan Gas Air Mata Hadapi Massa Ricuh”

Aksi Demonstrasi di Kantor Pusat Microsoft dan Dampaknya

Para pengunjuk rasa mendirikan tenda di kantor pusat Microsoft sebagai bentuk protes terhadap dukungan perusahaan terhadap Israel. Mereka menuntut Microsoft memutuskan hubungan bisnis dengan Israel dan membayar ganti rugi kepada warga Palestina. Microsoft mengonfirmasi bahwa pemecatan ini dilakukan karena pelanggaran serius terhadap kebijakan perusahaan. Demonstrasi di lokasi kerja disebut menimbulkan masalah keamanan yang signifikan sehingga perusahaan harus bertindak tegas.

Pernyataan Para Pengunjuk Rasa dan Tuduhan terhadap Microsoft

Anna Hattle menyatakan bahwa protes dilakukan karena Microsoft menyediakan teknologi yang digunakan Israel untuk melakukan genosida. Ia juga menuduh perusahaan melakukan gaslighting terhadap karyawan terkait kenyataan yang ada. Hattle dan Fameli termasuk tujuh pengunjuk rasa yang ditangkap setelah menduduki kantor Presiden Microsoft, Brad Smith, pada hari Selasa. Lima lainnya merupakan mantan karyawan dan orang luar perusahaan.

Respons Microsoft terhadap Protes dan Kebebasan Berekspresi

Presiden Microsoft, Brad Smith, menyampaikan bahwa perusahaan menghormati kebebasan berekspresi selama dilakukan secara sah dan tertib. Namun, Smith menegaskan bahwa aksi demonstrasi yang menimbulkan gangguan keamanan dan pelanggaran kebijakan internal tidak dapat ditoleransi. Pemecatan karyawan ini menjadi bagian dari upaya perusahaan menjaga keamanan dan kelancaran operasional kantor pusat.

“Baca Juga: Windows 11 Perbarui Bluetooth Audio untuk Suara Lebih Jernih”

Implikasi dan Perspektif Ke Depan atas Konflik dan Aksi Protes Korporasi

Kasus ini menunjukkan ketegangan yang muncul ketika konflik politik berdampak pada dunia kerja dan perusahaan besar. Tekanan dari karyawan dan masyarakat memaksa perusahaan teknologi global mempertimbangkan posisi etis mereka dalam konflik internasional. Ke depan, perusahaan seperti Microsoft perlu mencari keseimbangan antara kebebasan berpendapat dan kepatuhan terhadap aturan internal demi menjaga stabilitas dan reputasi korporasi.

Demonstrasi No Azure for Apartheid menggarisbawahi tantangan yang dihadapi perusahaan global dalam menangani isu sosial dan politik yang kompleks. Sementara kebebasan berekspresi dihargai, Microsoft harus bertindak sesuai kebijakan untuk menghindari gangguan keamanan dan pelanggaran hukum. Situasi ini menjadi contoh penting bagi perusahaan lain dalam mengelola dinamika internal dan tuntutan eksternal secara profesional dan bertanggung jawab.

Similar Posts