Pengibaran Bendera One Piece Jelang HUT RI Tuai Sorotan DPR

lushbeat.com – Menjelang perayaan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, media sosial diramaikan oleh tren mengibarkan bendera bajak laut topi jerami ala One Piece. Simbol Jolly Roger itu terlihat berkibar di depan rumah, sudut jalan, hingga komunitas kreatif. Banyak warga melihatnya sebagai bentuk ekspresi budaya pop global. Namun, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengingatkan adanya potensi bahaya dari penyebaran simbol ini, terutama di momen penting nasional.

“Baca Juga: Elon Musk Didesak Hentikan Layanan Starlink di Asia Tenggara”

DPR Soroti Potensi Politisasi Simbol Budaya Pop Jepang

Dalam pernyataan resminya, Dasco menegaskan bahwa bendera One Piece bukan hanya simbol hiburan semata. Ia mengklaim telah menerima sinyal intelijen mengenai penggunaan simbol bajak laut sebagai alat kritik terselubung terhadap pemerintah. Bahkan, ia menyebut adanya indikasi bahwa bendera tersebut dijadikan simbol identitas politik oleh pihak-pihak tertentu. Menurut Dasco, penggunaan simbol populer tanpa konteks dapat memicu narasi yang menyesatkan dan berisiko menciptakan perpecahan sosial.

Netizen Terbelah: Antara Simbol Lucu dan Sindiran Politik

Perdebatan di jagat maya pun tak terelakkan. Beberapa video viral memperlihatkan bendera One Piece dipasang di lokasi yang berdekatan dengan area perayaan Agustusan, termasuk di Bali. Sebagian warganet menyebutnya sebagai bentuk sindiran halus terhadap pemerintah. Sementara yang lain menganggapnya sebagai aksi kreatif anak muda yang hanya ingin bersenang-senang. Muncul pula meme bertema “hukuman buat negeri”, yang menambah dimensi interpretasi terhadap simbol tersebut di ruang digital dan memicu diskusi soal batas ekspresi budaya dalam konteks nasionalisme.

Jolly Roger dan Makna Pemberontakan dalam Cerita One Piece

Dalam cerita One Piece, Jolly Roger—bendera bajak laut topi jerami—melambangkan pemberontakan terhadap tirani, semangat kebebasan, dan solidaritas kru. Simbol ini populer karena menjadi identitas kelompok protagonis yang menolak kekuasaan otoriter. Di Indonesia, nilai-nilai ini justru menarik perhatian generasi muda yang mencari simbol alternatif dari ekspresi sosial dan kebebasan berekspresi. Namun, menurut Dasco, jika simbol ini digunakan secara bebas tanpa pemahaman konteks. Artinya bisa bergeser ke arah politisasi yang tidak sehat.

“Baca Juga: Resin Daur Ulang Inovatif Ubah Cara Kerja Printer 3D Masa Depan”

Ajakan Kritis: Rayakan Budaya Pop Tanpa Lupakan Nilai Persatuan

Menutup pernyataannya, Sufmi Dasco mengajak masyarakat—khususnya generasi muda—untuk tetap kritis terhadap simbol apa pun yang digunakan di ruang publik. Menurutnya, budaya pop seperti One Piece memang menyenangkan, tetapi tetap harus dibingkai dengan pemahaman konteks lokal, terutama saat menjelang perayaan nasional seperti HUT RI. Ia menekankan bahwa momentum Agustusan sebaiknya dijadikan momen memperkuat persatuan dan kebangsaan, bukan ruang untuk eksperimen simbol yang bisa mengganggu harmoni sosial.

Similar Posts