lushbeat.com – Pemerintah China resmi mengeluarkan kebijakan baru untuk mengatur konten buatan kecerdasan buatan (AI) di platform media sosial. Aturan ini mengharuskan semua konten generatif AI diberi label atau tanda pengenal, baik secara visual maupun dalam metadata. Tujuannya jelas: membantu masyarakat membedakan mana konten asli dan mana yang hasil rekayasa teknologi.
“Baca Juga: Microsoft Pastikan Update Windows 11 Tak Ganggu Performa SSD”
Kebijakan ini mencerminkan kekhawatiran global terkait penyebaran konten manipulatif, terutama menjelang momen penting seperti pemilu atau krisis sosial. Pemerintah China bergerak cepat untuk mengantisipasi dampak negatif dari teknologi yang berkembang pesat.
Platform Besar Seperti WeChat dan Douyin Wajib Beri Label AI
Empat lembaga utama di China, termasuk Cyberspace Administration of China (CAC), bekerja sama menyusun aturan ini. Tiga lembaga lainnya adalah Kementerian Industri dan Teknologi Informasi, Kementerian Keamanan Publik, serta Administrasi Radio dan Televisi Nasional.
Platform besar seperti WeChat, Douyin, Weibo, dan RedNote (Xiaohongshu) kini wajib menandai semua konten buatan AI. Ini mencakup teks, gambar, audio, hingga video. Label bisa berupa watermark, metadata, atau tanda visual yang mudah dikenali.
Misalnya, jika pengguna mengunggah foto yang dihasilkan oleh AI seperti Midjourney atau DALL·E, sistem akan otomatis menambahkan penanda khusus. Penandaan ini bertujuan menjaga transparansi dan menghindari penyalahgunaan, termasuk untuk penipuan atau penyebaran hoaks.
Tujuan Aturan Ini: Transparansi dan Perlindungan Publik
Pemerintah menyatakan bahwa aturan ini penting untuk menjaga ekosistem digital yang sehat dan dapat dipercaya. Dalam pernyataan resminya, CAC menekankan pentingnya melindungi masyarakat dari informasi palsu atau menyesatkan yang bisa dibuat dengan teknologi AI.
“Labelisasi konten AI adalah langkah strategis untuk mempertahankan keaslian informasi digital dan memperkuat rasa aman pengguna,” jelas perwakilan CAC.
Selain itu, kebijakan ini juga mendidik publik untuk lebih kritis terhadap konten online. Pengguna diharapkan tidak langsung percaya pada setiap informasi yang terlihat meyakinkan secara visual, karena bisa jadi merupakan hasil manipulasi generatif.
Tren Global: Teknologi Serupa Mulai Diadopsi di Negara Lain
Langkah China ini tampaknya menjadi bagian dari tren global dalam menghadapi era konten generatif. Di Amerika Serikat, Google telah menanamkan teknologi C2PA (Coalition for Content Provenance and Authenticity) ke dalam perangkat Pixel 10. Teknologi ini memungkinkan informasi kredensial disematkan langsung ke dalam foto atau video saat diambil.
Dengan teknologi seperti ini, pengguna bisa mengetahui apakah gambar yang mereka lihat adalah hasil tangkapan kamera asli atau buatan AI. Adobe, Microsoft, dan Intel juga ikut bergabung dalam aliansi C2PA, menandakan dorongan industri menuju transparansi konten digital.
“Baca Juga: HMD Pulse 2 Pro Terungkap, Intip Spesifikasi Lengkapnya”
Pandangan Ke Depan: AI dan Etika Digital Harus Berjalan Seiring
Dengan makin berkembangnya teknologi generatif, kebutuhan akan regulasi yang jelas menjadi semakin mendesak. China menjadi salah satu negara pertama yang menerapkan kebijakan ini secara luas dan sistematis.
Langkah ini bukan hanya tentang pengawasan, tetapi juga pendidikan. Masyarakat digital harus dilengkapi dengan pemahaman etis dan teknis untuk hidup berdampingan dengan AI. Ke depan, kita bisa memperkirakan bahwa lebih banyak negara akan mengadopsi kebijakan serupa. Dunia digital yang sehat hanya bisa tercipta jika teknologi, regulasi, dan kesadaran publik berjalan seiring.